Friday, October 30, 2015

REFORMASI BIROKRASI BAGI EFISIENSI APBD



Profil keuangan daerah Bengkalis sebagian besar cenderung belum seimbang. Pada sisi pendapatan, daerah amat tergantung pada sumber penerimaan dari transfer pusat. Rendahnya otonomi fiskal pada sisi pendapatan membuat rendah pula diskresi fiskal sisi pengeluran. Pada sisi belanja, profil keuangan daerah akan ditingkatkan sesuai asas good budgetary governance agar memperoleh opini yang baik dari BPK.
Fungsi dasar fiskal daerah sebagai instrumen stabilisasi, redistribusi dan alokasi bagi pembangunan ekonomi (stimulator) maupun pelayanan publik (access to justice) diarahkan untuk menggesa pembangunan dan pengurangan serta pemerataan aksesibiltas masyarakat terhadap pelayanan dasar.
Peningkatan kapasitas birokrasi dan subtansi program dalam anggaran agar ketergantungan kepada sumber transfer pusat dan banyaknya jumlah urusan otonom dapat simetris dari segi dukungan dana (money follows function).  Dengan demikian pos alokasi yang ada mampu menyisakan ruang diskresi fiskal bagi pembangunan daerah.
Belanja modal akan ditingkatkan proporsinya sebagai sumber investasi pemerintah Kabupaten Bengkalis bagi pembangunan ekonomi dan infrastruktur.  Ceruk belanja modal ini trend-nya akan dinaikkan setiap tahun dan posisinya sebagai ruang fiskal tidak akan dibiayai melalui pembiayaan defisit (Silpa) maupun atau pinjaman.
Efisiensi anggaran dan peningkatan porsi alokasi publik akan terus dilakukan melalui pintu masuk penghemaatan belanja pegawai.  Hal ini melalui penataan ulang kepegawaian sebagai bagian reformasi birokrasi. Secara internal dilakukan right sizing postur kelembagaan dan personalia, dan secara eskternal bertujuan memeratakan (redistribusi) sebaran pegawai.  Penataan ini bertitik tolak dari analisis tingkat kebutuhan layanan dan kapasitas fiskal daerah.

PEMANTAPAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA



Dengan disahkannya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, pemerintahan desa mendapat kewenangan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Sejalan dengan itu, pemerintahan desa mendapatkan pendanaan program dan kegiatan dari berbagai sumber (Dana Desa, InBup, UED/K-SP dan lainnya) mengandung konsekuensi harus mampu mengelola secara transparan, akuntabel, dan bebas dari penyalahgunaan.
Dalam hal pengelolaan dana desa, adanya risiko terjadinya kesalahan baik bersifat administratif maupun substantif yang dapat mengakibatkan terjadinya permasalahan hukum mengingatkan belum memadainya kompetensi kepala desa dan aparat desa dalam hal penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa.  Pemerintah Kabupaten akan melakukan pembinaan kepada kepala desa dan aparat desa untuk memantapkan pengelolaan keuangan desa.  Pemkab Bengkalis tidak dapat bekerja sendiri tanpa kerjasama dengan pihak lain yang mempunyai kepentingan sejalan dalam pemberdayaan pemerintahan desa, termasuk BPKP maupun Dirjen yang menangani desa.
Pemkab Bengkalis akan memberdayakan mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari Perguruan Tinggi di Riau guna memberikan pendampingan dan pembinaan kepada para kepala desa dan aparat desa pada lokasi KKN dalam penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa.  Pemerintah kabupaten akan menyusun pedoman pengelolaan keuangan desa yang memfokuskan pada penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa karena tahapan ini merupakan kebutuhan minimal dan krusial untuk meminimalkan risiko kesalahan dan penyelahgunaan keuangan desa.

MENGEMBANGKAN UED/K-SP MENJADI BUMDES DAN BPR



Dalam rangka mempercepat peningkatan pemberdayaan dan perekonomian masyarakat di Bengkalis telah dilaksanakan program Usaha Ekonomi Desa/Kelurahan Simpan Pinjam (UED/K-SP ) dengan alokasi dana Rp. 1 milyar per tahun.  Program bertujuan untuk memenuhi kebutuhan modal masyarakat, khususnya Usaha Mikro Kecil dan Menengah, yang selama ini menjadi salah satu kendala tumbuh kembangnya perekonomian dan jiwa kewirausahaan masyarakat di desa.  Sejak digulirkan tahun 2011 sampai tahun 2014 dana yang sudah disalurkan sebesar Rp. 403 milyar yang diterima 102 desa/kelurahan. Pada tahun 2015 ini dan karena adanya 53 desa pemekaran, dana yang disalurkan sebesar Rp. 155 milyar. Artinyasejak digulirkan tahun 2011 total dana UED/K-SP yang disalurkan Rp. 558 milyar.  Hingga saat ini pengguna dana UED/K-SP ini sebanyak 35.675 orang/kepala keluarga dengan total keseluruhan pinjaman sekitar rp. 562,348 milyar. Sekitar 76% dari seluruh manfaat UED/K-SP sangat terbantu dan usahanya mengalami peningkatan.
Undang-undang No. 6 Tahun 2014 menegaskan bahwa Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa. BUM Desa adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa. 
Beberapa UED/K-SP akan membentuk holding bagi pendirian Bank Perkreditan Rakyat (BPR).  Syarat modal disetor untuk zona III sebesar Rp. 6 milyar dapat dipenuhi dengan gabungan beberapa UED/K-SP yang memiliki wilayah kerja berhampiran.  Kewajiban BPR harus memiliki minimal satu pemegang saham dengan kepemilikan sedikitnya 25 persen dapat dilakukan dengan penyertaan modal pemerintah atau penyertaan BUMD ke dalam BPR yang akan dibentuk.
Untuk mewujudkan pendirian BPR, perlu meningkatkan kompetensi sebagian pengurus UED/K-SP agar memungkinkan menjadi pengurus BPR. Kemudian berkenaan dengan rangkap jabatan dan besarnya hubungan keluarga di antara pengurus BPR akan ditentukan melalui peraturan.
Wilayah kerja BPR yang berada jauh dari kantor BPR dapat dibukakan jaringan kantor berupa kantor cabang atau kas yang disesuaikan dengan kebutuhan dan tingkat kesehatan BPR.



DANA DESA DALAM APBN-P 2015: POTENSI, KETERBATASAN DAN KONSEKUENSI IMPLEMENTASINYA

Dahlan Tampubolon, Ph.D
Ekonom (Regional Economist) Kementerian Keuangan RI
dahlantbolon@gmail.com
RINGKASAN
Penduduk miskin pada 2014 mencapai 27,73 juta (10,96 % total penduduk). Sebanyak 17,37 juta berada di desa dan 10,36 juta di kota.  Menanggapi permasalahan tersebut, strategi pemerintah untuk mengatasi ke-timpangan pembangunan yaitu dengan melaksanakan pembangunan nasional yang menaruh perhatian besar terhadap pembangunan desa.  Pembangunan pedesaan berperanan penting dan strategis di dalam pembangunan nasional dan daerah, karena mengandung unsur pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya serta menyentuh secara langsung kepentingan sebagian besar masyarakat yang bermukim di perdesaan.
Di dalam APBN-P 2015 dana desa sebesar Rp. 20.766 milyar.  Dana desa ini merupakan lesson learnt dari PNPM-Mandiri. Peningkatan ini merupakan keseriusan pemerintah untuk membangun Indonesia dari pinggiran.  Dalam Roadmap Dana Desa yang diajukan pemerintah pusat, pada tahun 2019 alokasi untuk untuk desa mencecah angka Rp.175,5 triliun.  Dari Rp. 20 triliun Dana Desa dari Pusat pada tahun 2015, Riau mendapat hanya Rp. 230.140.145.040,-.  Kabupaten Kampar memperoleh alokasi terbesar mencapai Rp. 34 milyar lebih, manakala Kabupaten Kepulauan Meranti memperoleh kurang dari Rp. 14 milyar.  Kabupaten Bengkalis hanya mendapatkan Rp. 19,6 milyar, namun dana otonomisasi desa pada APBD 2014 sebesar Rp 3 miliar per desa,  dan hingga tahun 2015 ini telah Rp 1,5 triliun lebih telah dianggarkan di dalam APBD.
Beberapa konsekuensi akibat keterbatasan di desa di dalam mengelola keuangan desa yaitu kesalahan mekanisme, ADD menjadi ATM aparatur desa untuk kepentingan pribadi, penyelewengan aset desa dan bertumbuh suburnya korupsi di desa.  Konsekuensi lainnya adalah adanya desakan pembentukan desa baru karena besarnya dana yang masuk ke desa.
Perlu ada persiapan implementasi: Peningkatan kapasitas pemerintah desa dalam perencanaan pembangunan (RPJMDes dan RKPDesa) oleh pemerintah pusat dan/daerah serta OMS.  Demikian pulan dengan peningkatan kapasitas pemerintah desa dalam pengelolaan keuangan dan aset desa oleh pemerintah pusat dan/ daerah serta OMS.  Key Performance Indicator (KPI) menjadi salah satu hal penting yang perlu diperhatikan dalam setiap kegiatan atau proyek yang dilakukan di desa.  Untuk menghindari kesalahan penyelenggaraan di desa perlu disusun sistem keuangan desa.  Di peringkat desa perlu lebih mengoptimalkan pernaan BPD dalam fungsi pengawasan internal (budgeting) pada pengelolaan keuangan pemerintah desa.